Manusia adalah wujud yang Tuhan anugerahkan untukku, mempercayaiku untuk menjadi sosok pemimpin di Bumi. Beruntung aku tidak diciptakan Dia sebagai sosok babi atau anjing, bahkan sebagai rumput ilalang yang terkekang dengan tanah yang basah. Tegak berdiri sendiri berkaki dua berteguh pada satu keyakinan, adalah seharusnya bentuk rasa syukur karena aku hadir bukan sebagai hidangan di Bumi.
Satu kenikmatan dan keindahan telah Dia suguhkan dengan menjadikan aku sebagai manusia, dan keindahan lainnya telah Dia taruh di belahan Bumi yang aku sendiri pun tidak tahu sekarang keberadaannya. Sudah dihadirkannya Dia sebagai tulang rusuk yang siap melidungi sel-selnya dari kerapuhan, sebagai telinga untuk mendengar, sebagai hati untuk mencintai. Sayang, hari ini aku belum siap untuk menjemputnya. Setidaknya aku masih ingin mencoba untuk sedikit lebih baik dari sebelumnya, mencoba untuk tidak melukai, dan mencoba untuk jujur pada diri sendiri.
Selain dari kesalahan
Manusia juga butuh kehilangan untuk mengerti
Manusia juga butuh kehilangan untuk mengerti
Di Bandung tahun lalu, aku menuliskan sedikit catatan caption itu di Instagram. Entah sudah berapa kali kesalahan yang kubuat sampai saat ini, nyatanya Tuhan datangkan juga kehilangan itu. Mungkin supaya mengerti, mengerti bahwa semua manusia tidak abadi, mengerti bahwa kita sudah tak lagi disebut sebagai abg, mengerti bahwa sesuatu yang baik hanyalah untuk yang baik, dan yang buruk untuk yang buruk juga. Mengerti bahwa kaki untuk melangkah bukan untuk duduk, mengerti bahwa aku hidup bukan di zona yang tepat, dan mengerti bahwa aku adalah abu-abu.
Dari kecil sudah berapa jilid komik, kisah nusantara yang kubaca, dan hampir dua puluh lagu nasional aku bisa memainkannya dengan piano kecil yang dibelikan bapakku lima belas tahun yang lalu, bahkan sudah berapa lembar kertas yang aku jadikan sebagai cerita pendek dan kisah legenda Indonesia kala itu. Sayangnya aku tidak pernah menyadari bahwa itu adalah hal yang membuatku bahagia, sesuatu yang membuatku nyaman, sesuatu yang membuatku lupa dengan waktu. Aku malah menutupi semua itu dengan hobiku yang lain seperti sepakbola dan bermain game, karena itu lebih keren menurutku waktu itu. Dan lebih fatalnya, bapakku membawakan aku sosok robot Pentium untuk dipelajari dan dimengerti. Memang itu membuatku senang, tapi aku tak bisa berlama-lama dengan mereka, mereka membuatku pusing dan lelah, dan membuatku jenuh, karena mereka hanyalah sebuah program yang dibuat untuk kepentingan formal dan menghasilkan uang. Mereka tidak bisa bersenang-senang, mereka tidak bisa membuatkan dunia yang ada dalam impianku, dan mereka itu membosankan. Dan sekarang, apa aku salah memilih jurusan program studi?
Yang terpenting untuk kehidupanku selanjutnya adalah aku hanya ingin melakukan apa yang membuatku nyaman melakukannya, bukan untuk terlihat hebat didepannya. Meskipun kita terlihat hebat didepan mereka, tapi kita tidak nyaman melakukannya, untuk apa?
Kita dilahirkan ibu untuk menjadi cerdik
Bukan untuk menjadi orang munafik
Kita dilahirkan ibu untuk menjadi cerdik
Bukan untuk menjadi orang munafik
Januari tahun ini sangat keren, dia membuat semua orang sedikit lebih dewasa.
Komentar
Posting Komentar