Langsung ke konten utama

Desember, Bulan keenam

Mereka yang hilang setelah hari ini adalah mereka yang ingin melepas diri dari kehidupan kita, bukan ingin dikejar, namun benar-benar ingin singgah ke tempat yang menurut mereka rumahnya. Sadar diri saja bahwa kita hanyalah sebagai tumpuan semata, tangga untuk menuju rumah mereka, namun disaat itu juga mereka tidak pernah menyadari. Bahwa mereka juga adalah tangga, tangga untuk menggapai kesuksesan yang sesungguhnya. Tidak usah mengeluh akan hal itu, wajar untuk sementara waktu, hingga saatnya tiba adalah sebuah pembuktian yang semestinya kita tunjukan. Langit tidak selamanya mendung, angin tidak selalu mengganggu, api tidak selamanya menyakitkan, nasi tidak semua putih, kopi tidak selalu hitam, bahkan pahit. Ingat, Tuhan adalah Tuhan. Kau merasa tidak akan pernah sembuh, bukankah itu sebuah penghinaan pada-Nya?

Manusia memang selalu salah dimata manusia lainnya, sosok superhero kala waktu masih menyatukan, seperti seorang pembunuh saat jam dinding sudah diujung perpisahan. Aku tidak pernah menyalahkan mereka ataupun dia ketika membenci, bahkan dalam diriku sendiri pun merasa bahwa mereka lah yang salah. Tapi beruntungnya Tuhan menempatkan aku di tata surya yang tepat, berada di titik jarak urutan ke tiga dari matahari setelah Venus, lebih detailnya aku bersyukur ditempatkan dengan anggota manusia lainnya. Sehingga aku bisa bertemu manusia pencipta alat-alat mengagumkan, kasur yang nyaman salah satunya, membuatku bisa berbaring indah dengan kepala menengadah. Sangat mengagumkan, pikiranku bisa berjalan dengan baik, sel-sel tulang yang sudah dirapuhkannya telah kembali menjadi satu sel yang bisa diajak bekerja sama lagi.



Kemarin adalah kemarin, hari ini adalah hari ini, dan esok adalah esok. Layaknya rotasi yang melaju tanpa jeda, dimensi terus bergulir mengikis tanggal demi tanggal. Aku tidak pernah tahu di masa depan akan menjadi seperti apa, namun dengan di masa kemarin yang sudah berlalu, sampai lah pada kepribadianku yang sekarang ini. Cakrawala masih membentang luas, pijakanku sudah menetas, mimpi ini semakin menggebu. Semangat muda sebab nanti akan menjadi orang tua, naiklah, berjalan, berlarilah, bukit masih ingin dipijak, lautan masih ingin berlayar, jalan sangat luas di depan. Menyesali yang berlalu itu tidak perlu, memikirkan yang akan datang itu masih panjang, yang harus dilakukan sekarang adalah hanya perlu mencintai keadaan kita yang sekarang, suasana yang sekarang, lingkungan yang sekarang, dan orang-orang yang masih bersedia ada sampai sekarang untukku.

Kadang banyak orang yang mengatakan bahwa, Desember adalah purnama tenggelam yang menenggelamkan seluruh rasa. Tentang sebuah pertumbuhan yang dimulai dengan suka, kemudian mengikat dengan sebuah ikatan janji, lalu memupuk menjadi kokoh dengan berjuang, berbuah dengan saling percaya. Setelah menua, buah yang semakin membusuk, dengan seenaknya kau tebang, dan mati. Lain halnya dengan arah yang tak sejalan, Desember adalah jalan keluar.

Dan disaat Tuhan ingin menjelaskan apa itu arti keindahaan,
Ia menciptakanmu

Mungkin hal ini masih terlalu tabu, rasaku sudah terlanjur abu-abu. Rasanya aneh, tapi sayangnya kenyataan. Aku seperti tidak memiliki rasa untuk memulai, bahkan menciptakan kembali. Terlalu samar, bahkan tidak jelas. Sampai kadang terpikir sejenak bahwa, "Apa itu rasa?" .


Bila jingga adalah warna
Mengapa abu-abu adalah aku?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mei, bulan kesebelas

Rahmat Tuhan datang di purnama ini, Ramadhan yang suci. Aku merasa bersalah pada Tuhan, sudah berturut-turut aku merusak ramadhan saat itu. Aku tidak pernah baik bahkan suci untuk melakukan semua itu. Yang jelas aku hanya ingin sedikit lebih jujur pada diri sendiri bahwa sebenarnya sudah saatnya untuk mendewasakan diri. Belajar lebih jujur untuk diri sendiri, tidak munafik untuk melakukannya. Sudah datang kali ini, Di bulan sabit awal yang baik Ada pengagumnya ternyata Aku mencintai pengagum sabit itu Memulai Ramadhan dengan suasana berbeda tentu saja itu pilu, dimulai dengan harus memulai hidup yang lebih bersih dan disiplin. Meskipun itu memang untuk kebaikan bersama. Tapi tetap saja kadang merasa malas untuk melakukannya. Ditambah lagi dengan kesibukan yang membuat so sibuk, merasa aku adalah makhluk paling sibuk di Bumi. Sibuk bekerja, sibuk menjadi sedikit baik, sibuk juga mengingatmu. Tentu saja. Berbeda tidak harus tentang sedih, kali ini aku hanya ingin sedikit menyamp...

Maret, bulan kesembilan

Demikian pula dengan rencana, aku tidak pernah menyangka Maretku akan sebahagia ini. Sangat diluar dugaan ketika aku berani untuk memulai kembali, rencana memang hebat. Tidak ada yang tahu akhirnya seperti apa, tapi kita benar-benar diharuskan untuk menerima. Bingung sepertinya jika harus digambarkan kebagiaan yang sedang terjadi saat ini, dimana disisi lain banyak korban yang berjatuhan di purnama ini. Dengan wabah yang tidak dipersilahkan datang, malah memaksa masuk untuk ikut campur dalam kebahagiaanku. Mengapa tidak dibunuh saja orang-orang seperti mereka yang bawa-bawa penyakit, kenapa harus diobati yang bahkan mereka saja tidak peduli pada kesehatan dan kebahagiaan kita. Tapi tidak dengan dia yang sudah diciptakan satu paket dengan Humanitarianisme nya, aku menghargai itu bahkan aku mulai peduli dan senang. Aku selalu ingin tahu apa saja kegiatan yang dia lakukan untuk melakukan kepedulian pada orang lain yang bahkan dia sendiri tidak mengenalnya, aku selalu ingin mende...

April, bulan kesepuluh

Pernah berjanji pada satu hati? Pada satu nama? Kepada orang yang telah mempercayai kita seutuhnya. Bukan hanya sekedar ucapan atau bahkan sebuah tekad sementara. Tapi menurutku, adalah sebuah tanggung jawab besar yang harus digenggam kemana pun pejanji itu bertepi. Aku pernah sekuat itu menyampaikan janji, janji yang kukira harus dipenuhi meskipun melapuk dengan waktu. Mengikrarkan sebuah ikatan yang dibangun atas nama kita. Apa yang terjadi ketika aku si pejanji tidak memenuhi janji nya, tapi masih ingin berusaha untuk mewujudkannya? Kemudian si pemakan janji sudah kenyang begitu saja, atau bahkan ingin memakan janji orang lain? Sebegitu jatuhnya seorang pejanji yang merasa tidak bertanggung jawab atas semua mimpi yang dia taruh kepadanya, sebuah mimpi yang pernah mengikat sepasang manusia. Pemimpi yang mempunyai tujuan yang sama, titik akhir yang serupa, dan harapan yang selaras. Kemudian menghilang. Kupikir itu semua salahku Ternyata semua manusia memang salah Ketika sudah...