Langsung ke konten utama

September (Logika)



Rasa dan logika keduanya saling berdekatan, namun bersebrangan. Anda, siapapun itu tidak dijelaskan pasti sudah mengerti bukan? Semua orang memang begitu.
Sengaja saya catat di September ini dalam dua sudut pandang yang berbeda, ada perbedaan yang begitu mencolok, ketika rasa yang masih ingin sedikit menetap tapi logika sudah tidak ingin mengharap.
Bagaimana jika nanti Tuhan menyatukan kembali atas dasar takdir?
Begini saja, mari saya ajak untuk masuk dalam logika, menghitung seberapa bodohnya saya kemarin, dan saya beritahu rumus dalam sebuah takdir.

Oh ya, untuk kali ini tulisannya tertulis saya. Karna aku, terlalu akrab untuk kita yang terlanjur asing.
(Penggalan puisi dari : Elysia)

Teman kerja saya pernah mengatakan bahwa, waktu yang paling tepat untuk seorang pria berpikir adalah waktu malam. Dan malam saat itu, ketika saya mengatakan untuk memutuskan hubungan, membuat saya menguras seluruh malam saat itu. Entah itu kebodohan atau rasa yang mengatakan bahwa saya harus tetap bertahan, untuk rasa yang sangat sungguh, dan tanggung jawab yang semakin menghantui. Tetapi apa yang terjadi  beberapa minggu setelahnya? Anda, mengambil keputusan diluar dugaan. Dengan atas dasar keegoisan saya yang membuat semuanya berakhir begitu saja, apa itu tidak bisa disebut dalam arti keegoisan? Ya anda memang egois saya tahu itu. Memikirkan rasa sendiri, saat saya yang sudah tidak menawarkan lagi kenyamanan, anda dengan senang hati mencari kenyamanan yang anda inginkan, macam sales saja saya ini. Tahu? Berapa hari yang saya kuras, berapa malam yang saya habiskan hanya untuk berpikir, dan berapa purnama yang saya tempuh, sebodoh itu rasa mengatur logika dengan seenaknya. Namun sudahlah, dua purnama sudah berlalu dan saya pikir tidak ada yang harus disalahkan. Untuk pergi, pergi saja tanpa harus ada yang merasa terpojokkan. Kita sudah memilih jalan masing-masing, jalan yang berbeda. Benar, kita sudah tidak lagi satu pemahaman. Dan takdir? Itu rumusnya, takdir adalah suatu keadaan dimana manusia berada pada jalan yang sama. Saat jalan sudah berbeda, bagaimana takdir akan berjalan? Itu logika saya, atas nama kebodohan.

Benar kata anda, masih ada orang lain yang menunggu jasa saya, tanggung jawab saya. Mungkin dia telah menunggu saat saya masih ada dalam dunia anda, begitupun juga sebaliknya. Sekarang, dengan semua yang telah saya lakukan kepada anda. Semoga ada orang yang ingin benar-benar tulus bertanggung jawab kepada anda, dengan sungguh, lebih baik, seperti saya yang bertanggung jawab kepadanya nanti. Terima kasih, atas kejadian ini saya merasa lebih baik, berani mengambil resiko, pendidikanku berjalan kembali, pekerjaanku lebih sibuk dan menyenangkan. Dan yang paling penting, tidak membuang-buang tanggung jawab untuk sesuatu hal yang tidak perlu lagi.

Untuk kemarin, saya hanya menawarkan jasa saja. Tidak berkenan tidak apa, masih banyak customer yang menunggu saya diluar sana.

Saya doakan yang terbaik, itu saja.

Ada masanya nanti anda harus membedakan mana yang ketertarikan sesaat, dengan mana yang sungguh.
Penyesalan itu tidak baik, mungkin bersyukur sajalah ya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mei, bulan kesebelas

Rahmat Tuhan datang di purnama ini, Ramadhan yang suci. Aku merasa bersalah pada Tuhan, sudah berturut-turut aku merusak ramadhan saat itu. Aku tidak pernah baik bahkan suci untuk melakukan semua itu. Yang jelas aku hanya ingin sedikit lebih jujur pada diri sendiri bahwa sebenarnya sudah saatnya untuk mendewasakan diri. Belajar lebih jujur untuk diri sendiri, tidak munafik untuk melakukannya. Sudah datang kali ini, Di bulan sabit awal yang baik Ada pengagumnya ternyata Aku mencintai pengagum sabit itu Memulai Ramadhan dengan suasana berbeda tentu saja itu pilu, dimulai dengan harus memulai hidup yang lebih bersih dan disiplin. Meskipun itu memang untuk kebaikan bersama. Tapi tetap saja kadang merasa malas untuk melakukannya. Ditambah lagi dengan kesibukan yang membuat so sibuk, merasa aku adalah makhluk paling sibuk di Bumi. Sibuk bekerja, sibuk menjadi sedikit baik, sibuk juga mengingatmu. Tentu saja. Berbeda tidak harus tentang sedih, kali ini aku hanya ingin sedikit menyamp...

Maret, bulan kesembilan

Demikian pula dengan rencana, aku tidak pernah menyangka Maretku akan sebahagia ini. Sangat diluar dugaan ketika aku berani untuk memulai kembali, rencana memang hebat. Tidak ada yang tahu akhirnya seperti apa, tapi kita benar-benar diharuskan untuk menerima. Bingung sepertinya jika harus digambarkan kebagiaan yang sedang terjadi saat ini, dimana disisi lain banyak korban yang berjatuhan di purnama ini. Dengan wabah yang tidak dipersilahkan datang, malah memaksa masuk untuk ikut campur dalam kebahagiaanku. Mengapa tidak dibunuh saja orang-orang seperti mereka yang bawa-bawa penyakit, kenapa harus diobati yang bahkan mereka saja tidak peduli pada kesehatan dan kebahagiaan kita. Tapi tidak dengan dia yang sudah diciptakan satu paket dengan Humanitarianisme nya, aku menghargai itu bahkan aku mulai peduli dan senang. Aku selalu ingin tahu apa saja kegiatan yang dia lakukan untuk melakukan kepedulian pada orang lain yang bahkan dia sendiri tidak mengenalnya, aku selalu ingin mende...

April, bulan kesepuluh

Pernah berjanji pada satu hati? Pada satu nama? Kepada orang yang telah mempercayai kita seutuhnya. Bukan hanya sekedar ucapan atau bahkan sebuah tekad sementara. Tapi menurutku, adalah sebuah tanggung jawab besar yang harus digenggam kemana pun pejanji itu bertepi. Aku pernah sekuat itu menyampaikan janji, janji yang kukira harus dipenuhi meskipun melapuk dengan waktu. Mengikrarkan sebuah ikatan yang dibangun atas nama kita. Apa yang terjadi ketika aku si pejanji tidak memenuhi janji nya, tapi masih ingin berusaha untuk mewujudkannya? Kemudian si pemakan janji sudah kenyang begitu saja, atau bahkan ingin memakan janji orang lain? Sebegitu jatuhnya seorang pejanji yang merasa tidak bertanggung jawab atas semua mimpi yang dia taruh kepadanya, sebuah mimpi yang pernah mengikat sepasang manusia. Pemimpi yang mempunyai tujuan yang sama, titik akhir yang serupa, dan harapan yang selaras. Kemudian menghilang. Kupikir itu semua salahku Ternyata semua manusia memang salah Ketika sudah...