Rasa dan logika keduanya saling berdekatan, namun bersebrangan. Anda, siapapun itu tidak dijelaskan pasti sudah mengerti bukan? Semua orang memang begitu. Sengaja saya catat di September ini dalam dua sudut pandang yang berbeda, ada perbedaan yang begitu mencolok, ketika rasa yang masih ingin sedikit menetap tapi logika sudah tidak ingin mengharap. Bagaimana jika nanti Tuhan menyatukan kembali atas dasar takdir? Begini saja, mari saya ajak untuk masuk dalam logika, menghitung seberapa bodohnya saya kemarin, dan saya beritahu rumus dalam sebuah takdir. Oh ya, untuk kali ini tulisannya tertulis saya. Karna aku, terlalu akrab untuk kita yang terlanjur asing. (Penggalan puisi dari : Elysia) Teman kerja saya pernah mengatakan bahwa, waktu yang paling tepat untuk seorang pria berpikir adalah waktu malam. Dan malam saat itu, ketika saya mengatakan untuk memutuskan hubungan, membuat saya menguras seluruh malam saat itu. Entah itu kebodohan atau rasa yang mengatakan bahwa sa...
Selepas kau pergi, adakah ruang untukku melupakan? Adakah jarak untuk rasa melangkah? Adakah jeda untuk nada berkisah? Melaju dalam dimensi baru Hilang dan melangkah maju Mengikhlas untuk melepas Mengikis dalam memapas Ini kisah tak diinginkan semesta Tak ingin juga penulis untuk bercerita Hanya sebatas pengagum rahasia Namun waktu memilih jalan yang berbeda.